Teori Guilford banyak membicarakan mengenai struktur
intelejensi/kecerdasan seseorang yang banyak mengarah pada kretivitas seseorang.
Guilford menerangkan tentang kecerdasan yang diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam
menjawab melalui situasi sekarang untuk semua peristiwa masa lalu dan
mengantisipasi masa yang akan datang. Dalam konteks ini maka yang namanya
belajar adalah termasuk berpikir, atau berupaya berpikir untuk menjawab segala
masalah yang dihadapi. Konsepnya memang kompleks, karena setiap masalah akan
berbeda cara penanganannya bagi setiap orang. Untuk itu diperlukan
perilaku intelejen, yang tentu sangat berbeda dengan perilaku non intelejen.
Yang pertama (perilaku intelejen) ditandai dengan adanya sikap dan perubahan
kreatif, kritis, dinamis, dan bermotif (bermotivasi), sedangkan yang kedua
keadaannya sebaliknya. Pengertian kebiasaan juga mengandung arti kebiasaan
kreatif, bukan kebiasaan pasif reaktif (mekanis) seperti pada pandangan kaum
behavioris.
Peningkatan self regulated learning dapat dilakukan dengan cara menguatkan
kemampuan berpikir kreatif. Sebab, elemen-elemen dalam berpikir kreatif dapat
menjadi landasan bagi terwujudnya self regulated learning. Berpikir kreatif
adalah berpikir lintas bidang, berpikir bisosiatif, berpikir lateral, berpikir
divergen. Berpikir kreatif ditandai dengan karakteristik berpikir
yang fluency flexibility, originality elaboration, redifinition, novelty
(Guilford, 1973) Di samping itu, berpikir kreatif juga menuntut adanya pengikatan
diri terhadap tugas (task commitment) yang tinggi. Artinya, kreativitas
menuntut disiplin yang tinggi dan konsisten terhadap bidang tugas.
Kreativitas, menurut Guilford (1967), dapat dinilai
dari ciri-ciri aptitude seperti kelancaran, fleksibilitas dan orisinalitas,
maupun ciri-ciri non-aptitude,antara lain temperamen, motivasi, serta komitmen
menyelesaikan tugas. Hidup berarti menghadapi masalah, dan memecahkan masalah
berarti tumbuh berkembang secara intelektual (J.P. Guilford).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar